Monday, November 14, 2005

Jalan Bumi

Alkisah...hiduplah seorang ratu yang terkenal galak di Jalan Bumi. Para menantu takut menghadapi ibu mertua yang galak dan cerewet. Tapi ratu memang seperti ratu. Galak, punya kekuasaan, dan mempunyai jiwa kepemimpinan. Dahulu kala ratu hidup ditemani raja yang pernah menjadi oditur militer mahkamah militer. Gabungan yang tangguh. Ratu juga mempunyai putri-putri yang cantik jelita, walaupun usia putri-putri tersebut telah mencapai 50 tahun.

Kulo nyuwun ngapunten eyang putri.... (saya minta maaf, nenek)
Kok mrene setahun pisan? begitu tanggapan ratu ketika melihat ibundaku tersayang
Mas Gogo dateng London, Bude. jawab ibuku singkat dan berusaha sesopan mungkin.

...

Dan pembicaraan yang menyatakan protes sang ratu kepada ayahanda dan ibunda karena datang ketika Lebaran tiba saja, tentu dalam campuran bahasa Jawa kromo inggil dan sedikit ngoko. Dalam bahasa Jawa pihak tua berhak berbicara ngoko (tingkatan rendah dalam bahasa Jawa) terhadap yang muda. Tapi tentu saja bukan dalam artian merendahkan atau menyinggung.
Pembicaraan berlanjut ke dalam bahasa Belanda, yang tentu saja ibundaku tidak mengerti. Ayahanda memang menjadi seseorang yang dicari-cari karena selain bisa membalas percakapan bahasa Belanda, ayahanda selalu dikatakan gagah.
Kemudian juga berlanjut pada pembicaraan mengenai mas atau mbak (pakde/bude) X, Y, Z, etc yang mendulang sukses di berbagai bidang dan aset-aset properti baru yang berada di kawasan elit kota besar.
Ibunda selalu menyiapkan mental sebelum datang ke tempat ratu. Tapi bagi dalem, melihat itu semua sangat lucu. Dalem tidak merasa kecil, tapi dalem senang melihat berbagai contoh karakter dari galak, tamak, sombong, baik, ramah, cari muka, dan sebagainya di istana Jalan Bumi itu.

Ratu bukanlah orang yang jahat, tapi ratu orang yang keras. Ratu tidak akan bertahan hidup dalam keadaan geger jika beliau bukan orang yang kuat.

Keterangan:
dalem = saya
Jalan Bumi = kawasan di Kebayoran Baru
geger = perang, susah